Pengendalian Inflasi Jadi Wujud Tanggung Jawab Pemerintah
Sleman (24/06/2025) jogjaprov.go.id - Inflasi bukan hanya perihal statistik dan angka, melainkan cermin dari daya tahan sistem pangan dan daya hidup rakyat. Dan pengendalian inflasi, bukan semata-mata soal stabilitas ekonomi, melainkan tentang kehadiran negara dalam menjaga ketahanan keluarga dan martabat rakyat.
Hal ini diungkapkan Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X pada Selasa (24/06) di Alana Yogyakarta Hotel & Convention Center. Dalam sambutannya pada High Level Meeting Tim Pengendalian Inflasi Daerah se-DIY, Sri Sultan mengatakan, hingga Mei 2025, inflasi DIY tercatat sebesar 2,04% (yoy), berada dalam rentang target nasional 2,5 ± 1% (yoy).
“Di balik kerja teknokratis ini, ada semangat luhur yang terus kita jaga, bahwa pangan adalah hak dasar rakyat, dan menjaga stabilitas harga adalah wujud tanggung jawab moral dan konstitusional pemerintah, terhadap kesejahteraan masyarakat. Maka, kolaborasi TPID DIY dan TPID Kab/Kota harus terus diperkuat dengan semangat inovasi dan connected governance, dalam kerangka otonomi yang berpihak pada rakyat,” papar Sri Sultan.
Sri Sultan menuturkan, tantangan perekonomian ke depannya tentu tidak ringan. Ancaman inflasi yang terlalu rendah akibat intervensi sesaat, volatilitas harga pangan global, keterbatasan fiskal, dan kerentanan produsen terhadap gejolak pasar, menjadi hal yang harus dihadapi. Menurut Sri Sultan, dalam situasi seperti itu, intervensi harga semata tidak cukup.
“Kita harus melangkah menuju transformasi struktural sistem pangan daerah. Langkah strategis yang dapat dikedepankan, yang bisa menjadi perhatian bupati/wali kota dan dinas terkait, atau untuk kolaborasi dengan provinsi mencakup, menjamin keberlanjutan produksi meski terjadi deflasi,” papar Sri Sultan.
Selain itu, Sri Sultan pun mengungkapkan, reorientasi belanja daerah sebagai bantalan fiskal yang tangguh dapat menjadi strategi lain guna mengendalikan inflasi daerah. Selanjutnya, bisa dilakukan modernisasi prasarana dan infrastruktur pertanian berbasis teknologi dan inovasi, membuat neraca pangan DIY secara transparan dan komprehensif di kabupaten/kota, mengoptimalkan lahan tidur dan tanah kas desa untuk memperkuat produksi lokal, serta memperkuat komunikasi publik agar ekspektasi inflasi tetap rasional.
“Untuk itu, pertemuan ini bukan sekadar ritual koordinasi, tetapi panggilan strategis bagi kita semua, untuk merawat stabilitas, memperkuat fondasi ketahanan daerah, dan merancang langkah-langkah kolaboratif. Dengan begitu, daya beli masyarakat dan kesinambungan pertumbuhan ekonomi bisa terjaga,” imbuh Sri Sultan.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Perwakilan Bank Indonesia DIY, Sri Darmadi Sudibyo mengatakan, tekanan inflasi DIY tahun 2025 diperkirakan tetap terjaga dengan prasyarat utama adanya kecukupan bahan pangan pokok strategis. Untuk itu diperlukan sinergi kebijakan yang lebih kuat antara pemerintah, baik pusat dan daerah, serta Bank Indonesia melalui implementasi GNPIP.
“Selain itu, diperlukan juga optimalisasi pemanfaatan anggaran pemerintah untuk pengendalian inflasi pangan, yang diharapkan dapat mengarahkan inflasi dalam sasaran 2,5±1%. Dan yang perlu kita waspadai dalam pengendalian inflasi di 2025 ini, salah satunya adalah peningkatan komoditas pangan sejalan dengan program Makan Bergizi Gratis,” paparnya.
Sri Darmadi pun mengungkapkan, pihaknya memiliki beberapai strategi rekomendasi utama dalam pengendalian inflasi DIY. Strategi ini terdiri dari beberapa bauran program yang mencakup kerangka 4K, yakni Keterjangkauan Harga, Ketersediaan Pasokan, Kelancaran Distribusi, dan Komunikasi Efektif.
“Strategi penguatan tersebut peningkatan produksi melalui perbaikan on farm dan off farm, sinkronisasi program pemerintah dan gerakan sosial masyarakat, serta inovasi pengendalian inflasi melalui digitalisasi. Strategi selanjutnya adalah penguatan hilirisasi komoditas unggulan DIY, dan komunikasi efektif antara lain melalui kegiatan seperti saat ini,” ungkapnya.
Sementara itu, Kepala BPS DIY, Herum Fajarwati mengatakan, inflasi DIY di bulan Mei 2025, dari bulan ke bulan sebesar -0,15% terhadap April 2025. Sedangkan inflasi DIY tahun ke tahun sebesar 2,05%, serta 1,56% terhadap Desember 2024.
“Inflasi DIY bersifat fluktuatif namun pergerakannya masih sejalan dengan inflasi nasional. Puncak inflasi DIY terjadi pada April 2025 lalu, yakni 1,67%. Sebaliknya, deflasi terdalam DIY terjadi pada Februari 2025, yakni -0,86%,” paparnya.
Herum menjelaskan, dalam upaya pengendalian inflasi, yang perlu diwaspadai adalah komoditas yang memiliki andil yang besar dan juga komoditas yang memiliki gejolak harga tinggi. Dan mengenai Indeks Perkembangan Harga (IPH), diperlukan indikator untuk menguji dampak pengambilan kebijakan dan program pengendalian inflasi terhadap capaian hasil.
“Diseminasi indikator kinerja pengendalian inflasi perlu dilakukan secara berkala, dalam rangka merancang program kerja yang lebih tepat dan terarah oleh TPIP dan TPID. Untuk itu, dirilis tiga indikator kinerja pengendalian inflasi, yaitu indeks perkembangan harga yang dilakukan mingguan, indeks disparitas harga antar wilayah yang dilakukan bulanan, dan koefisien variasi harga mingguan,” paparnya. (Rt/Ts/De/Nb)
HUMAS DIY